Genealogi Kapitalisme: Antropologi dan Ekonomi Politik Pranata Eksploitasi Kapitalistik [Resensi Buku]

Posted on November 21, 2013

0


genealogi-kapitalisme

Judul: GENEALOGI KAPITALISME : Antropologi dan Ekonomi Politik Pranata Eksploitasi Kapitalistik
Dede Mulyanto, Resist Book (2011)

img0001-68Ini buku ketiga dari Dede Mulyanto yang konsisten menulis buku dengan tema sentral Marxisme sebagai studi ilmiah dengan kedalaman disiplin ilmu antropologi, melengkapi dua buku sebelumnya yang menganalisa kapital dan perekonomian kapitalis yang dilihat lebih dari sekedar suatu ideologi ekonomi politik.

Buku ini seolah menggabungkan dua buku terdahulunya yang diterbitkan Ultimus Bandung, “Kapitalisme: Perspektif Sosio Historis” yang mirip panduan singkat memahami kapitalisme sebagai sebuah sistem lewat kacamata sejarah asal usulnya dan “Antropologi Marx” yang lebih berbentuk pengenalan antropologi sebagai disiplin ilmu dengan teori Marx-Engels sebagai pijakan ilmiahnya. Keduanya saya rekomendasikan juga untuk dibaca.

Dengan pisau analisa antropologi ini, Dede memudahkan pembacanya memahami praktek kapitalisme dengan melihat masyarakat kapitalisme sebagai masyarakat historis seperti halnya jenis masyarakat yang secara tradisional dikaji di antropolog, seperti masyarakat petani, masyarakat adat, kesukuan dsb. Dalam kata lain, kapitalisme dibedah sebagai suatu kebudayaan yang bersumber dari kapital sebagai inti hubungan sosialnya.

Dari pemetaan antropologis ini Dede menjelaskan bagaimana penetrasi kapitalisme menjadi begitu dominan sehingga merombak tatanan sosial serta menyemai nilai-nilai baru dalam kehidupan masyarakat melalui lembaga pendidikan, politik, perekonomian dan keagamaan modernnya. Dalam prosesnya, melihat juga bagaimana benturan-benturan terjadi dengan pranata sosial tradisional yang tidak cocok dengan prinsip akumulasi kapital.

Misalnya saja, bagaimana daerah-daerah yang awalnya hidup dengan struktur tanpa kelas, dengan pengorganisasian kerja berbasis kekerabatan, bercorak produksi perburuan, peramuan atau perladangan sederhana, lalu sekarang harus hidup dengan corak pengorganisasian kerja dan produksi kapitalis. Mulai dari menjual tenaga kerjanya untuk mendapatkan uang hingga menyesuaikan diri dengan mengenyam pendidikan modern agar bisa menjadi bagian dari kelas proletariat modern.

Dalam bentuk lainnya, bagaimana tanah leluhur yang awalnya diorganisasi pemanfaatannya melalui ikatan kekerabatan sebagai pintu masuknya, sekarang dikapling-kapling menjadi milik pribadi. Ukuran pemanfaatan bukan lagi kerja tiap-tiap orang dan kuasa komunitas namun sertifikat hak milik yang didukung sistem hukum modern.

Dede menyusun buku ini secara sistematis untuk kemudahan pemahaman. Dimulai dari menjelaskan bagaimana kapitalisme muncul, bagaimana lahirnya komodifikasi dan tenaga kerja, lalu munculnya kelas pekerja modern (proletariat). dan kecenderungan terus-menerusnya proses penciptaan hubungan produksi kapitalistik hingga pada titik dominasi total sistem ini ke dalam sendi-sendi kehidupan di setiap sudut dunia.

Ia juga menjelaskan hubungannya dengan komoditas, tepatnya pada hakikat komoditas. Menjelaskan bagaimana komoditas bukan sekedar barang. Dede menjelaskan apa yang dimaksud Marx sebagai “fetishisme komoditas” lebih jelas dan lebih mudah dipahami dari buku Marxisme tangan kedua berbahasa Indonesia manapun yang pernah saya baca.

Tanpa terkesan menyederhanakan masalah, Dede menjelaskan dengan cara sederhana bagaimana kerumitan pembagian kerja sosial di dalam produksinya membuat komoditas terlihat hanya sekedar sebagai barang belaka di kehidupan sehari-hari dan menyembunyikan wujud dari hubungan eksploitatif antara satu kelas terhadap kelas lainnya.

Yang menarik dari buku ini adalah bagaimana Dede juga menyempatkan menaruh kritik terhadap argumen Franz Magnis Suseno terhadap Marxisme dalam bukunya ‘Pemikiran Karl Marx’. Catatan kritis untuk catatan kritis. Misalnya saja menurut Dede, Frans Magnis keliru memahami pengertian kerja produktif menurut Marx lengkap dengan argumennya pada bab 3 yang membedah asal-usul nilai lebih dan pranata penghisapan.

Tentu kapitalisme akan runtuh tak lama sejak ia hadir jika saja ia tidak mereproduksi diri dan oleh karenanya ia harus tetap berakumulasi. Oleh karena itu, bagian terpenting buku ini ada di setengah akhir buku ini saat Dede mulai terfokus pada pranata. Pada bab 4 dipetakan bagaimana relasi-relasi sosial diorganisir membangun formasi dan tatanan yang kapitalistik untuk tujuan akumulasi tadi. Bagaimana kapitalisme tak hanya mengulang keadaaan namun juga memperbesar kekuatan dan memperluas ruang jelajah operasinya sebagai suatu sistem perekonomian global.

Pada dua bab terakhir, 5 dan 6, Dede mengerucutkan pemetaan ini dengan memaparkan bagaimana konsekuensi sosiologis dari logika akumulasi kapital dan bagaimana sentralisasi atau pemusatan terjadi sehingga lahirlah monopoli. Di bab terakhir ini, dijelaskan juga bagaimana proses terciptanya korporasi serta watak dasar korporasi sebagai corak pengorganisiran kapital kontemporer yang menjadi lumrah hari ini.

Tak seperti buku-buku bedah Karl Marx lainnya yang sama sulitnya dengan membaca Das Kapital, buku ini sangat saya rekomendasikan bagi mereka yang tertarik memahami poin-poin penting dari teori Marxisme dan  memahami sebuah sistem bernama kapitalisme. Dede pada buku ini, cukup sukses memakai pisau analisa antropologi sebagai disiplin ilmu dan genealogi sebagai pendekatan untuk memahami kapitalisme muncul, berkembang biak, mempertahankan diri dan mereproduksi.

Posted in: Uncategorized