Ini mungkin salah satu suasana tipikal yang kerap hadir di bulan-bulan dua dekade lalu. Kabur di jam sekolah setelah mendengar kabar ‘Beneath The Remains’, album baru Sepultura, sudah ada di toko kaset langganan kalian di Dago. Tak satupun teman sekelas punya, namun tetangga kalian sudah memilikinya. Kalian ogah mendengarnya karena tak ada yang lebih mengasyikkan dibanding mendengarnya sendiri di kamar sendiri, di boombox sendiri dengan volume gaspol.
Setelah berganti angkot ke arah yang berlawanan dengan sekolah, kalian tiba disana dan rela menunggu, karena sampai disana toko belum buka. Segera setelah dua jam menunggu, pintu dibuka, kalian menyerbu masuk, melihat-lihat susunan rak ‘New Release‘ gak peduli sang penjaga sedang sibuk menyapu-nyapu membersihkan ruang. Tampak dengan segera album buruan terlihat, dengan tekad bulat kalian meraihnya, namun tunggu, apa itu disebelahnya? ‘Fear of A Black Planet’? Public Enemy baru? Celaka! Iman mulai goyah. Langsung berhitung mana yang harus dibeli karena uang tabungan yang kalian ambil dari ongkos angkot hasil jalan kaki ke sekolah berminggu-minggu itu hanya cukup membeli satu kaset saja.
Akhirnya setelah mempertimbangkan bahwa Sepultura bisa merekam dulu di tetangga dan belum tentu Public Enemy ada yang beli (di tahun 89-awal 90an menemukan sesama fans hiphop sama sulitnya dengan mencari rekaman hiphop itu sendiri) kalian membungkus ‘Fear of A Black Planet’ dan memburu angkot kembali masuk sekolah mengendap pas jam istirahat. Belajar, mencatat pelajaran baik-baik, menjadi anak baik-baik, menunaikan kewajiban lalu pulang ke rumah dengan rasa penasaran tingkat akut. Membuka segel plastiknya, memasukkan kaset ke dalam boombox yang sebelumnya sudah kalian patahkan dua kotak kecil di bagian atas kaset agar terhindar dari insiden bodoh: menekan tombol ‘record’ dan kaset yang baru kalian beli terekam begitu saja.
Kemudian kalian mengagumi sampul albumnya, membaca semua teks di sampul album itu dari depan sampai belakang, termasuk thanks list yang super panjang namun cukup informatif di era kegelapan pra-internet dimana info mengenai hiphop hanya bisa didapatkan di majalah hiphop luar yang kadang kalian beli atau curi di toko buku Q*ta atau di daftar thank you seperti tadi. Boom, track pertama sesudah intro meluncur, kalian memperhatikan amat seksama, dari lagu pertama saja kalian menyadari perubahan besar terjadi pada Public Enemy yang kontras secara musikal dan lirikal dengan album sebelumnya. Kalian membiarkan album berputar tanpa menekan tombol fastforward sampai lagu terakhir habis dan kembali memasangnya dari awal.
Tak sadar sesudah sebulan kemudian kalian telah memutar album itu ratusan kali, hingga kalian hafal hampir setiap kata dalam setiap bar dalam liriknya. Kaset mulai kusut, beberapa bagian mulai tidak enak didengar. Namun demi dewa marmot, kalian tidak pernah berfikir untuk menyimpannya sebagai artefak bersejarah, tak bisa hidup sehari pun tanpa album itu. Sebaliknya album tersebut kalian gas hingga tidak bisa kalian putar lagi dan membeli album yang sama beberapa bulan kemudian. Jika ada yang bertanya mengapa album-album tahun 80-90an begitu menyisakan jejak dan memori juga inspirasi yang sangat luar biasa bagi generasi zaman itu, mungkin karena proses mengkonsumsi seperti tadilah alasannya.
20 tahun lebih kemudian datanglah era digital. Kalian tak perlu lagi kabur dari sekolah untuk mendownload album buruan kalian. Bahkan kalian tak perlu lagi menyulitkan diri menghadapi resiko ditangkap satpam toko buku hanya kalian penasaran dengan info-info hiphop luar negeri sedemikian rupa sehingga kalian harus mencuri majalah import. Dalam sehari kalian dapat mengunduh puluhan album dan mixtape, mendengarnya pun tak perlu lama. Untuk 5-10 detik pertama kalian bisa skip langsung ke lagu selanjutnya untuk memastikan itu album bagus. Sebuah proses mengkonsumsi rekaman yang cukup aneh memang, namun dengan sebegitu banyak album yang kalian peroleh dalam sehari, memang sangat tidak mungkin mendengarkan semua album baru dalam waktu singkat.
Memang saya tak bisa menyangkal era digital seperti sekarang memudahkan kita sebagai nerds mengakses rekaman-rekaman dengan mudah. Banyak album yang dahulu hanya bisa dibayangkan lewat resensi di majalah-majalah luar sekarang bisa saya nikmati penuh. Memungkinkan bagi kita memilah-milah, menyomot asal sembarang album tanpa harus beresiko rugi berat ketika album itu mengecewakan. Mengizinkan kita membuat list terbaik sepanjang tahun, membantu kita memastikan rekaman fisik apa yang wajib dibeli versi wujud fisiknya.
Rilisan fisik bagaimanapun memang tidak bisa digantikan dengan rilisan digital yang tidak kalian pegang wujudnya, dicoreti ditandatangani sebagai klaim kepemilikan sebelum dipinjam tetangga sebelah, dipelototi sampulnya ribuan kali sambil kalian dengar rekamannya, disimpan dipinggir bantal dan kalian terbangun gara-gara ujung sampul kacanya menusuk leher kalian saat tertidur, dipajang berderet yang menyusunnya saja sudah merupakan ekstasi tersendiri.
Era digital memang terbukti mematikan bisnis album fisik. Di Bandung sendiri hanya tersisa satu toko rekaman yang itupun semakin mengecil ruangnya. Namun jika ditelisik lebih mendalam yang runtuh hari ini adalah bisnis rekaman ala industri, cerita bagaimana industri rekaman lebih mengandalkan RBT daripada penjualan album menjadi parameternya. Era digital tak berpengaruh banyak bagi mereka yang memang terbiasa dengan tradisi merilis dan mendistribusikan musik mereka sendiri. Dari metode gerilya lapak, mailorder hingga mendirikan warung kecil meski mereka lebih menggantungkan diri pada penjualan merchandise karena penjualan album tak bisa diandalkan untuk bertahan hidup. Sampai sekarang, komposisi merchandise dan album di toko kecil kami di Cihampelas, masih berbanding 5:1. Menjadi toko yang eksklusif menjual rekaman memang sulit, tapi menjadi tempat dimana kawan-kawan bisa menyimpan rekaman mereka sudah lebih dari cukup.
Saya tidak begitu percaya pada tradisi hari-hari-an. Namun jika ada satu hari untuk mengingatkan kita pada bagaimana peran toko rekaman dalam mata rantai memproduksi dan mengkonsumsi musik bagi generasi kita, saya ucapkan selamat ‘Hari Toko Rekaman.’
Album baru Rajasinga sangat mengagumkan, Komunal baru saja merilis album fenomenal yang saya yakin akan menjadi album lokal terbaik tahun ini. Milisi Kecoa juga baru saja merilis album split dengan band HC/Punk asal Swedia, Harda Tider yang sangat layak kalian dengarkan dan koleksi. Kami akan merilis kaset ‘Phundamental Phun’ milik Domestik Doktrin dalam bentuk kaset sebagai album pertama dalam seri ‘local archive‘ mendokumentasikan album-album keren dalam scene lokal yang nyaris dilupakan waktu. Debut Milisi Kecoa yang saya kehabisan stoknya, juga album pertama The Brutalist School.
Download musik sampai muntah. Dukung teman dan komunitas kalian dengan membeli rekaman fisik.
Arif
April 24, 2012
jadi emut jaman kaset sok kusut kang ucok…
Sok digulungkeun deui ku patlot gening.. heheh
gutterspit
April 26, 2012
enya, mun teu.. ku bolpen pilot sarebuan…
taufikadaver
August 15, 2012
mun teu si “head-na” rada dibaseuhan ku ciduh ameh teu gagaleongan tea geningan
RVLSNT
April 24, 2012
bagi saya, bulan lalu di Surabaya, Arian (Seringai) menampar kesadaran lewat sela-sela konsernya, [ http://wp.me/p1hgMe-dd ] , hari ini pun juga. akhir tulisan yang membuat makin tersadar akan pentingnya mendukung komunitas dengan membeli rekaman fisik. terimakasih Bang Herry. 😀
gutterspit
April 26, 2012
the same-the same 🙂
RVLSNT
April 24, 2012
Reblogged this on Illsurrekshun.
Haluci
April 24, 2012
Sekedar info kang, Green Day mau rilis kaset pasca american idiot dan bullet in a bible. Sebelumnya, milisi kecoa juga rilisannya berwujud kaset yg kiranya memang nikmat mereproduksi romansa pita kaset beginian di iklim tsunami musik digital yg dmn akses utk mendapatkannya serupa beli teh sobo. Saya jd inget, menenteng dua keresek turun dari tangga DU yg sempit itu. Ultra bangga 😀
gutterspit
April 26, 2012
sekarang yang DU juga udah ga ada…
quigonjean
April 26, 2012
kamari basa ka Bandung aya keneh ah. tapi tinggal kios si mas nu bareto gelar di Salman oge…
atx
April 25, 2012
Keren cok! Bener banget, terimakasih untuk era digital, sekarang koleksi rekaman gua jadi bisa terawat. Habis beli, rekaman fisik bisa langsung di-rip, jadi fisiknya gak rusak walau diputar ulang ribuan kali. Nyetel rekaman fisik bisa sekali2 aja kalo waktunya lagi pas. Gak kaya dulu, kaset/cd harus berputar2 di lingkaran teman dan begitu pulang ke rumah bentuknya udah gak keruan 😛
Dan setuju banget juga Gemuruh Musik Pertiwi kandidat kuat jadi rilisan lokal terbaik tahun ini!
diditdanrika
April 25, 2012
Ahhh si ucok emang paling bisa membangkitkan nostalgi, “di tahun 89-awal 90an menemukan sesama fans hiphop sama sulitnya dengan mencari rekaman hiphop itu sendiri” karasa pisan ku aiinngggg. Mematahkan dua kotak di bagian atas kaset itu juga ritual wajib saya setiap abis beli kaset baru. Hehehehe….rutinitas membaca ‘thanks to…” juga yang selalu saya lakukan supaya bisa tau nama-nama geng or temen dari rapper yang kita beli albumnya. HUFF!!! EKSKLUSIF SEKALI ERA ITU COK. Tapi ga tau yah Cok, urang pribadi masih resep meulian album fisik (CD sih) yang emang cukup wajib untuk dibeli atau emang kita tau sangat kecil kemungkinannya untuk rilis di semua toko di Indonesia. Kecuali kalo emang nyarinya Black Eyed Peas dan Pitbull…hihihi…babalatak!!! Beda aja gitu perasaannya saat nemu album ‘aneh’ terus kita beli dan kita baca-baca isi dalem covernya walau pernah sekali beli cd album Mosdef yang True Magic…itu tanpa cover (cuma cd dan bungkus plastik putih bening dengan sticker di bagian belakangnya untuk lihat track listnya. Tapi kebiasaan mengunduh ini juga ga kalah akutnya dibanding hunting album fisik tadi. Pfffff……anyway thanks for sharing the good ol days that we’ve been through. At least i’ve been there done that. AWWWWWWWWWWWWW!!!!!!!!!!!!!1
gutterspit
April 26, 2012
yg gua pernah beli tapi nyesel: Three Times Dope, Arrested Development ama satu kompilasi yang bagus cuman LL Cool J nya doang. Tapi pas didengerin lagi, mainstream jaman dulu masih jauh lebih bagus dari Wiz Kekhalifahan, Wayne Mungil dkk. Bahkan dulu Will Smith aka Fresh Prince juga keren 😛
quigonjean
April 26, 2012
Alhamdulillah aing diskografi Harder records lengkap coy. Dari Balcony sampe kompilasi Perang. Geuleuh tapi album terkarbonasi lagu kadua intro na kahapus beberapa detik. “Bring the beatback to the days of wayback…..[kahapus]….” taiiii.
mana atuh anjis mp3 undercontrol teeeh?
gutterspit
April 26, 2012
eta pasti teu dipotongkeun kotak nu diluhur, matak mun geus meuli kaset anyar, gancang potongkeuuuun…
aya UC…, moal di upload ah…, meh eksklusip
quigonjean
April 26, 2012
kiteu nya… alesan weh hoream kitu
gutterspit
April 26, 2012
Ihhh, lain hoream, pohooo. Pas inget koneksina keur teu waras. antosan we yes…. 😀
adit bujbunen al buse
July 8, 2012
anjis undercontrol. gue masih ada kasetnya dan masih waras hahaha. gue juga kepikir mo nge-ripin tapi kaga jadi-jadi. pikir-pikir emang eklusip sih tuh kaset cok xD
attayrust
April 26, 2012
meski msh tunduh setelah td malam dihajar konser Eyefeelsix di Radioshow langsung ngabongkar dus di gudang yg berisi artefak kaset2 taun segituan…bernostalgia!
dhitodagheto
April 26, 2012
Hahahaha…gue juga beli tuh three times dope. Tapi poho album nu mana….da asa aneh waktu itu liat nama itu teh. Kalo bicara nyesel mah…nyesel beli album butut…tapi lebih nyesel lagi sekarang semua kaset gue ilang gara2 kemaren pindahan pas merit. Si cau aja kesel nanyain pada kemana kaset2 gue…lepas dari album itu butut atau ciamik…tetep nyesel!!!!
starscreams
May 1, 2012
kaset balcony terkarbonasi untung masih oke tuh punya ane 😀
adi jadil
May 10, 2012
bener bang ucox….kita hrs mendukng Gerakan Komunitas kita dengan membeli yg berpita kaset….sy pernah bli kast bekas di Auln2 Bdg thn 1998…Album The Hole hrganya ampe 50,000….tp berhbng tuh album udah g keluar lgi jd sy beli….memori indah di Haur Mekar….Homicide not dead for me…..:)
rheza ardiansyah
May 10, 2012
saya punya pengalaman menarik tentang “patahkan dua kotak kecil di bagian atas kaset”. waktu itu saya beli album nevermind.baru aja beli, saya udah siap dengerin smells like teen spirit, lagu pertama, sambil mainin gitar. setelah pencet tombol play, kok lama ga mulai2 lagunya. ternyata kapencet kang tombol record. nyesel pisan aing. lagu kapotong hampir satengahna. tidinya langsung aing bawa gunting, dan potong dua kotak kecil di bagian atas kaset trus lempar ke tempat sampah. saya lalu duduk di depan cassete player tadi.asa hayang nonjong tape eta.hahahahaha
PTK Distribution
June 23, 2012
Kami akan merilis kaset ‘Phundamental Phun’ milik Domestik Doktrin dalam bentuk kaset sebagai album pertama dalam seri ‘local archive‘ mendokumentasikan album-album keren dalam scene lokal yang nyaris dilupakan waktu.
BENARKAH ITU BANG?? aku mau ………….
erlangga ohoi
July 7, 2012
sangat menanti Phundamental Phun nya dodo 🙂
12481
July 16, 2012
“Jika ada yang bertanya mengapa album-album tahun 80-90an begitu menyisakan jejak dan memori juga inspirasi yang sangat luar biasa bagi generasi zaman itu, mungkin karena proses mengkonsumsi seperti tadilah alasannya.”
wah bener banget, saya sempat mengalami masa2 itu, cover album dan isinya dipelototin tiap kali mendengarkan musiknya….
wishnu
July 25, 2012
hallo..mas ucok..
mungkin ini bukan kolom dimana pertanyaan ini harus menjadi sampah buat blog sampean..
1hal yang daridulu saya mau tanyakan..
Jika saya mencetak kaos dengan design homicide gambar munir (the nekrophone dayz) dikaos saya .apa itu boleh?
trimakasih mas..
mthryz
November 25, 2012
pengalaman buruk saya dgn 2 kotak kecil yg saya potong adalah tersedak…He.he.he
quigonjean
January 23, 2013
sundul gan!
udniw
April 8, 2013
baca thanks list.. eta pisan!!
jaman dulu lebih mengasikan dengan putaran2 kaset pita dan boombox nebeng di teman sekolah, lalu headbang di dalam kamarnya.. asseeekkk..
nuhun kang Ucok asa jadi inget lagi masa2 itu.. hahahahaha
andrenaine katarsis
July 14, 2013
nostalgia zaman kaset 🙂 *kotak kecil diatas kaset yang dipatahkan atau head tape dibersihakn ku ciduh + kaset digeprak-geprak biar ngga berat, duh masa indah banget sekali pisan…. membuka plastik segelnya saja sudah lumayan menuntaskan passion. belum lagi bau sampul yang menguar sebagai tanda bahwa kaset yang di beli bukan kaset bekas, tapi kaset anyar! Nyetel kaset bari baca list ‘thanks to’ 🙂
Thanks List di sampul Balcony ‘instant justice’ itulah saya sampai membuat list sendiri band lokal mana saja yang sudah ngerilis album. Infonya? ya mau tidak mau nyari sumber lain: fanzine. Pokonamah baheula mah, niaaat pisanlah. Geus moal kagantikeun ku jaman ayeuna mah 🙂
kaset rilisan Harder Recs sudah lengkap, kecuali kaset crustcore, DECAY yang ngga punya. Undercontrol? wah, desain sampulnya yang ngga biasa, tidak seperti sampul2 kaset konvensional lainnya (Duh, kumaha nya ngajelaskeun na, hehehe).
Rzkn_Sekarang_Parno_Lembur
December 17, 2013
“Membuka segel plastiknya, memasukkan kaset ke dalam boombox yang sebelumnya sudah kalian patahkan dua kotak kecil di bagian atas kaset agar terhindar dari insiden bodoh” ANJRIT INI GW BANGET AMPE 2013! AI LAP YU BANG UCOK :*
mariopuzo
April 24, 2015
ya betul itu,mainstream jaman dulu msh lebih bagus,Will Smith’s big willie style aja masih lebih bagus drpd si Drake (kalo Nick Drake mah lumayan lah)