Mereka Yang Tak Mengizinkan Perubahan Secara Damai, Akan Mengizinkan Perubahan Dengan Jalan Kekerasan

Posted on August 25, 2011

10


Jika kalian perlu contoh sempurna fakta bahwa korporasi dan negara bersekongkol dan tidak akan membiarkan pembangkangan sosial terjadi, ini waktu yang cocok menengok ke luar jendela dari ruangan kalian yang nyaman.

Hari ini, kembali aparat menembaki rakyat saat terjadi aksi demo di sumur minyak Tiaka di Blok Senoro-Toili, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Menewaskan beberapa orang dan melukai beberapa lainnya. Seperti halnya kasus-kasus represif aparat lainnya alasan aparat selalu sama: telah sesuai prosedur karena massa mengamuk, tanpa melihat apa sebab yang mengakibatkan massa mengamuk.

Kejadian ini tak jauh jaraknya setelah beberapa hari kemarin Pak Tukijo akhirnya divonis 3 tahun penjara, jauh lebih berat dari tuntutan jaksa. OC Kaligis pengacara kondang yang membela PT. Jogja Magasa Iron (JMI) dengan gemilang berhasil melancarkan persekongkolan ini. Seperti yang kita ketahui sebelumnya pembangunan tambang besi di Kulon Progo yang merugikan petani lahan pantai ini sangat kental dengan konspirasi kepentingan penguasa dan pemodal. Ini bisa dilihat dari pernyataan Gubernur DIY dan Menteri Perindustrian, sama-sama menegaskan keinginan kuatnya untuk menjalankan mega proyek Pasir Besi. Tukijo dan para petani lainnya bagaimanapun, tidak boleh tidak, harus menerima pelaksanaan mega proyek itu. Apalagi, sebagaimana pernyataan dari Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP), anak Sultan Hamengku Buwono sendiri : Pembayun dan kerabat lainnya dari pihak kesultanan telah duduk sebagai Komisaris PT Jogja Magasa Iron (JMI). Ini sekaligus membuktikan feodalisme sama monsternya dengan agresi korporasi dan militerisme. Bagi yang masih menganggap Sultan adalah hamba rakyat dan egaliter silahkan pikirkan ulang.

Bahkan di Bandung sendiri, keramaian dan hiruk pikuknya sebagai kota wisata belanja dan hiburan (my ass!) seolah menutup kenyataan agresi persengkokolan pemodal dan aparat negara begitu buas dan mulai menuai korban tumbal, menindas warganya sendiri. Perluasan pembangunan hotel Resort Dago Pakar di lahan sekitar 8 ha oleh PT Bandung Pakar telah menjadikan Pak Aceng S (Pejuang Lingkungan) warga kampung Ciosa Mekarsaluyu RW 7 Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung menjadi korban kriminalisasi dari persengkongkolan PT Bandung Pakar (pengembang kelas kakap) dengan mafia hukum/peradilan. Pa Aceng harus menjalani sekitar 24 kali persidangan dan terancam dipenjara selama 9 bulan oleh pengadilan negeri Bale Bandung.

Warga Bandung seolah terbius perkembangan kotanya yang semakin mirip Jakarta (dalam hal hiruk pikuk, kemacetan, polusi dan komersialiasinya) dan tak menyadari bahwa hari ini sedang dirancang undang-undang yang akan berdampak langsung pada ekosistem kota serta perubahan pola ruang baik fisik, sosial dan ekonomi maupun ekologi Kota Bandung. Wajah Kota Bandung 20 tahun ke depan akan ditentukan oleh Perda RTRW Kota Bandung 2010-2030 (yang sedang disusun dan akan ditetapkan) yang sangat-sangat berorientasi pada komersialisasi ruang kota (bahasa lainnya ‘ jasa dan perdagangan’), sangat pro modal dan investor yang sudah dijamin oleh sejarah akan menambah parah situasi ekologi Kota Bandung yang semakin rusak.

Jika selama ini kalian tak percaya bahwa siapapun yang menguasai sektor ekonomi, akan mendorong pada penguasaan manusia pula, ini waktu yang cocok untuk kalian turun ke lapangan. Saya yakin kalian akan mengikuti nurani kalian melakukan aksi-aksi perubahan dengan cara damai, seperti halnya sebagian besar dari kami dahulu sekali. Namun bertahan lah agak lama, niscaya tembok persekongkolan aparat, korporasi dan negara akan menunjukkan kalian jalan juga untuk percaya pada pepatah lama; “barang siapa yang tak mengizinkan perubahan secara damai, akan mengizinkan perubahan dengan jalan kekerasan”.

In the immortal words of Bob Marley; “No Justice, No Peace”. Its about time.

Posted in: Uncategorized